Selayang Pandang

Di tengah jaman yang serba modern dan berbagai macam peralatan yang serba canggih, ternyata masih banyak orang yang tinggal di dalam kegalauan. Entah itu masalah keluarga, pekerjaan, asmara, dan masalah lain yang bisa membuat hati seseorang berdiri di atas rasa bimbang, ragu dan putus harapan. Cara - cara tiap individu dalam menyikapi ada yang cara yang benar dan positif, tentu hasil yang di dapat juga positif. Tetapi jika seseorang sudah benar-benar di tengah kekalutan dan jiwa keimanannya tipis, maka cara menyikapi masalah cara yang salah dan negatif. Dan kita yakini juga yakin pula hasil yang di capai juga akan salah atau bahkan juga bisa menyusahkan seseorang tersebut

Cerpen

Hujan malam itu begitu derasnya, sehingga aku tidak basah kuyup dan kedinginan pulang dari tempat mangkalku jika aku keluar dari rumah semakin larut malam hujan semakin deras aku mencoba mencari tempat berteduh di emperan toko pinggiran jalan yang diterangi lampu remang-remang,
Lama aku dalam kesendirianku hingga tiba seseorang perempuan ikut berteduh. Melihat dari penampilannya, pastilah ia habis dari perjalanan jauh, terlihat dari pakaianya yang menengenakan jaket tebal yang menutupi kepala dan sebuah tas kecil yang tergantung di bahu.
”Kehujanan juga ?” tanyaku.
”Iya nih mas, mana perjalananku masih jauh lagi.” jawabnya, dengan suara serak lamat-lamat hampir tak terdengar.
Deg Aku kaget dan bergumam dalam hati ” Astaga, ternyata suara seorang perempuan.”
Untuk beberapa saat hening, Aku menyulut sebatang rokok untuk menghilangkan kegundahanku dan kekagetanku, Aku tengok jam ditangannya telah menunjukan angka sebelas malam.
” Mas sendirian saja?” tanyanya ”Kehujanan juga ya?”sambungnya lagi.
”Kehujanan juga ?” tanyaku.
”Iya nih mas, mana perjalananku masih jauh lagi.” jawabnya, dengan suara serak lamat-lamat hampir tak terdengar.
Deg Aku kaget dan bergumam dalam hati ” Astaga, ternyata suara seorang perempuan.”
Untuk beberapa saat hening, Aku menyulut sebatang rokok untuk menghilangkan kegundahanku dan kekagetanku, Aku tengok jam ditangannya telah menunjukan angka sebelas malam.
” Mas sendirian saja?” tanyanya ”Kehujanan juga ya?”sambungnya lagi.
“ I..ya..,” jawabku gagap entah setan mana yang membikin aku jadi gagap dan tidak karuan begitu, mana cuma kami berduaan saja di emperan toko ini. Terlintas dipikiranku “Jangan-jangan perempuan ini kuntilanak.” Hi..bulu kudukku berdiri.
” Mas dari mana....?” terdengar tanya perempuan itu seperti penuh selidik dengan suaranya yang serak-serak.
” Mas dari mana ....?” ulangnya.
” A..ku.... dari jalan-jalan saja.” jawabku ” Cari-cari angin e...enggak taunya malah kehujanan.”sambungku sekenanya.
” O........” desahnya
Glek, aku menelan liur mendengar desahnya, semakin membikin aku merinding. ”Jangan-jangan betul perempuan ini kuntilanak atau bahkan roh gentayangan yang karena mati penasaran.” pikirku
” Kenapa mas ?”
” Takut ya kalau aku ni hantu roh gentangan.” dia seperti bisa membaca pikiranku
” Jangan khawatir mas, aku orang biasa saja bukan seperti yang mas pikirkan.” lanjutnya.
”Oh ..ya.. pertanyaanku tadi belum dijawab?”
“ Eh..e...iya.....” aku mencoba mengilangkan kegugupanku, sambil mengerlingkan mata kepadanya untuk menyelidiki keadaanya sebenarnya, oleh sepengetahuanku kalau roh gentanyangan atau hantu dan atau apapun sebutannya maka kaki-kakinya tidak menapak ditanah. Aku tenang juga akhirnya setelah melihat ternyata kakinya menapak dilantai emperan toko.
“ Iya .”
“ Tadi aku habis dari jalan-jalan saja” dengan suara yang agak tenang sambil menghisap rokok dan menghembuskan asapnya.
Suara rintik hujan diatap emperan toko masih terdengar, suara kodok pun seolah-olah bernyanyi riang dengan hujan yang tidak juga reda.
” Dari tadi ngomong terus tapi kita belum kenalan”
” Beno ..Beno Argoloka. ” aku menyebutkan nama lengkapku sambil menyodorkan tangan untuk berjabatan.
”Dewi Puspita.” jawabnya jawabnya singkat sambil menyambut tanganku dan kami berjabatan tangan. Serrr....terasa darahku mendidih ketika tangan kami saling berjabatan, seolah ada arus listrik yang menyengat tetapi membuat hangat. Sesaat aku terpana, sampai-sampai hampir lupa bahwa tangannya masih aku genggam dan tidak aku lepaskan kalau saja dia tidak bersuara.
” Lepas dong... kelamaan jabatannya.”ucapnya sambil mencoba melepaskan tangannya dari jabatanku.
” Eh....iya..” ” Bodoh...bodoh.””umpatku dalam hati pada diriku sendiri, aku tersipu untunglah Dewi Puspita tidak melihat raut mukaku oelh cayaya lampu yang remang, andai ia melihat pastilah aku akan lebih malu lagi, atau bahkan dia sendiri yang merasa malu. aku coba melirik menatap wajahnya,
” Aha...benar merah tuh pipinya.” kataku dalam hati, seolah-olah dapat kekuatan baru.
” Maafkan ....aku bukan bermaksud apa-apa, mungkin itu karena replek aku saja.” aku coba membela diri.
” Ah..enggak apa-apa.” ” Jangan dibesar-besarkan nanti Dewi jadi ke-geer-an” jawab Dewi Puspita coba mengulang menyebut namanya seakan-akan memberitahukanku nama panggilannnya.
” Kalau boleh tau, Dewi atau Puspita, eh gimana aku enaknya memanggil kamu?” tanyaku, 
” Dewi saja ” jawab Dewi langsung.
” Dewi kok juga bisa sampai disini habis dari mana?”tanyaku penuh selidik, soalnya ada gadis yang malam-malam begini masih diluar rumah pastilah ada urusan penting. ” Ah bodoh amat kenapa aku malah yang repot” umpat hati kecilku.
Hening sesaat sebelum Dewi menjawab pertanyaanku, dia menghela nafas panjang seakan-akan ada beban berat yang dipikulnya.terlihat dari raut wajahnya dibawah temaram lampu depan kios yang nampaknya seakan ikut merasakan beban yang ditanggungnya.
” Sebetulnya Dewi enggan untuk mengatakannya, tetapi biarlah Dewi ceritakan, siapa tau dengan begini beban Dewi ini bisa sedikit berkurang.” jawab Dewi dengan lirih seolah tau kalu aku bertanya penuh selidik.
” Kalau enggan menjawab juga enggak apa-apa, jangan dipikirkan pertanyaanku tadi.” lanjutku.
Kembali Dewi menghela nafas panjang kemudian diapun bercerita,kenapa dia bisa sampai disitu.,” Awalnya kejadian siang tadi, sewaktu Dewi pulang diantar oleh pacar Dewi pulang kerumahnya, kebetulan bapak dan ibu Dewi ada dirumah juga, mereka marah habis-habisan kepada Dewi, karena Dewi pulang dengan seorang lelaki yang tidak disenangi oleh orangtua Dewi.” Dewi menghentikan ceritanya sesaat, kemudian, ” Menurut pembicaraan orangtua Dewi yang Dewi dengar ,bahwa Dewi sudah dijodohkan dengan salah satu anak teman sejawat ayah, yang seorang pengusaha besar, sedangkan pacar Dewi yang ada ini hanyalah seorang pekerja kantor biasa, tapi bukan karena masalah itu Dewi bisa cinta sama pacar Dewi ini, tapi karena Dewi merasa pacar Dewi ini orangnya penuh tanggungjawab dan juga mengerti keadaan Dewi sendiri.” Kembali Dewi menceritakan dengan mata yang berkaca-kaca. Aku jadi rikuh terlanjur mendengar cerita Dewi,
” Sudalah enggak usah diteruskan ceritanya.” protesku seakan -akan ikut merasakan penderitaan Dewi
” Ah..enggak apa-apa mas, sekalian biar Dewi lega.” Dewi melanjutkan ceritanya lagi. “Ayah dan ibu Dewi memaki-maki pacar Dewi, mengatakan ini, itulah tentang pekerjaan dan keadaan pacar Dewi yang tidak sepadan dengan keadaan Dewi, sampai pacar Dewi kemudian pulang dan tanpa menoleh lagi, tinggal Dewi yang kemudian dimarahi oleha ayah dan ibu Dewi, kemudian tadi siang Dewi pergi dari rumah dengan pikiranan yang tidak karuan hingga Dewi bertemu disini sama mas.”Dewi mengakhiri ceritanya tampak air matanya meleleh dipipinya.
“ Sudahlah aku jadi tidak enak rasanya, maafkan aku kalau sudah menanyakannya tadi, tapi bukan maksudku untuk kamu menceritakan semuanya,sekali lagi aku minta maaf.” aku mencoba mendinginkan suasana yang memang sudah dingin sedari tadi.
Aku hanya menyarankan dia untuk kembali pulang kerumah orangtuanya saja, untuk membicarakan baik-baik, entah dilaksanakan atau enggak saranku itu aku tidak tau, oleh seiring dengan berhentinya hujan kamipun berpisah, Dewi melanjutkan perjalannya dan akupun pulang kerumah, dengan segudang pertanyaan dan pikiran. Itu perkenalanku dengan Dewi Puspita, di emperan toko malam itu, dan tanpa disengaja pula.
Tak terasa sudah dua hari ini, setelah kejadian malam itu, kembali malam ini aku lewat dijalan itu, dan ditoko itu suasananya ramai banyak orang, aku jadi penasaran dan coba menghentikan sepedamotor bututku tidak jauh dari situ. Kebetulan ada pemuda-pemuda yang berkumpul, iseng-iseng aku bertanya pada mereka.
” Permisi mas, ada apa di sana itu kok kelihatannya ada keramaian.?” tanyaku pada salah satu pemuda yang ada di situ.
” O..ditoko itu...baru saja sedang ditimpa kemalangan mas anak gadis yang empunya toko menghilang sebulan yang lalu, dan begitu mengenaskan seluruh tubuhnya biru seperti habis menegak racun, dan dua hari yang lalu ditemukan oleh keluarganya di jalan ujung desa disemak-semak .” jawab seorang pemuda yang aku tanya.
” Kalau boleh tau siapa namanya mas?” tanyaku lagi.
” Dewi Puspita ”jawab mereka
“ O....” Deg, aku kaget setengah mati, kemudian tanpa banyak tanya lagi kuhidupkan sepedamotorku dan pergi dari tempat itu dengan pikiranyang berkecamuk di otakku entah kenapa aku sendiri tidak tau, padahal di waktu hujan deras dua malam sebelumya aku berkenalan dengan seorang gadis yang bernama Dewi Puspita, mudahan bukan Dewi Puspita yang pernah aku kenal yang disebutkan dan ditemukan mereka telah meninggal meneggak racun.Hi.....bulu kudukku merinding kalau ingat kejadian malam itu.

*mohon maaf bila ada kesamaan nama, tempat dan kejadian dlm cerpen ini hanya kebetulan saja



Tidak ada komentar:

Posting Komentar